NB : Klik sekali iklan Adsensenya ya teman-teman, dengan mengklik iklan tersebut tandanya anda mendukung blog ini update setiap harinya. Yang pasti Gratis





Dendang Nusantara (08 Januari 2018), Dayak kudangan (Dayak Tomun), mengklaim bahwa meraka adalah keturunan dari Datuk Perpatih Nan Sabatang dari Pagaruyuang (Sumatra Barat Sekarang), hal ini dibuktikan dengan banyaknya bahasa atau kosa kata yang mirip dengan yang dipakai di ranah Minangkabau.





Menurut Folklore (Kebudayaan yang diturunkan secara turun-temurun dengan lisan), seorang bangsawan dari negeri di Pulau Sumatra berlayar sampai ke Kerajaan Petarikan, di hulu sungai Belantikan, Pedalaman Kalimantan.





Namanya Patih Sabatang,  Di daerah ini Patih Sebatang dikisahkan berjumpa dengan seorang putri Kerajaan Petarikan yang cantik jelita. Namanya Mayang Ilung, yang digambarkan memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya merah bagai delima, alis matanyanya bagai semut beriring, rambutnya yang panjang dan ikal terurai bagai mayang. Singkat cerita, Patih Sebatang jatuh cinta, dan akhirnya menikahi sang putri. 





Tidak lama kemudian, Mayang Ilung melahirkan seorang putra, yang dinamai Cenaka Burai. Kemudian Patih Sebatang memutuskan untuk kembali kekampung halamannya di Sumatera dengan membawa Cenaka Burai anaknya. satu-satunya kenang-kenangan yang mempersatukan cinta mereka adalah cincin pernikahan yang selalu disimpan baik oleh Patih Sebatang.





Setelah Cenaka Burai menjadi Dewasa, ia ingin sekali menjumpai ibunya. Ia meminta apa ciri-ciri ibunya. Sang ayah pun menceritakan kecantikan ibu kandung Cenaka Burai, dan menunjukkan sebuah cincin pernikahan mereka.





Dibekali dengan cincin pernikahan ayahnya, Cenaka Burai pergi berlayar sampai ke kerajaan Petarikan. Sesampainya di sana, masyarakat membawanya menemui sang ibu yang sudah tua. Mayang Ilung ternyata telah bertahun-tahun menantikan kembalinya anak kandungnya. Bukan main senangnya Dayang Ilung mengetahui buah hatinya menjumpainya langsung. Hampir saja ia memeluk Cenaka Burai, tetapi Cenaka Burai menolak. Cenaka Burai tidak percaya bahwa wanita asing di depannya tersebut adalah ibunya sendiri. Ayahnya telah menceritakan kecantikan sang ibu. Bagaimana mungkin wanita yang tua renta tersebut adalah putri cantik yang diceritakan sang ayah?







Bendera Datuk Perpatih Nan Sabatang



Cenaka Burai masih ingin membuktikan lagi. Dikenakannya cincin pernikahan ayahnya kepada wanita tua itu. Karena usia telah membuat tubuh Mayang Ilung lebih kurus, cincin tersebut menjadi terlalu besar untuk melingkari jari-jarinya. Cenaka Burai semakin yakin bahwa wanita itu bukan ibunya. Cenaka Burai memutuskan untuk pulang.






Mayang Ilung kecewa. Ia berkata kepada Cenaka Burai, "Nak, kamu sudah meminum susu dari tubuhku. Kalau kamu tidak mau mengakuinya, kamu akan terkena malapetaka!" Dengan amarah di dalam dada, Cenaka Burai berlayar pulang. Dia tidak habis pikir, kenapa ada wanita tua yang bersikeras meyakinkan Cenaka Burai bahwa dia adalah ibunya, padahal ayahnya sudah jelas memberikan ciri-ciri sang ibu.





Di tengah jalan, tiba-tiba badai menghadang. Kapalnya oleng diombang-ambingkan ombak besar. Ketika kapalnya hampir karam, Cenaka Burai teringat kutukan wanita tua tersebut. Hati kecilnya tiba-tiba disadarkan bahwa dia baru saja durhaka pada ibunya sendiri. "Ibu, ibu, kamu memang ibuku!" demikian Cenaka Burai memohon ampun. Tiba-tiba terdengar suara ibunya, "Nak, sudah jatuh telampai. Tidak mungkin keputusan ditarik kembali. Kutukan sudah terjadi." Demikianlah Cenaka Burai membatu bersama kapalnya.








Bukti Karamnya Kapal Cenaka Burai