Benteng Kuta Reh, Kab. Aceh Tenggara tahun 2017

Credit : Riduwan Philly





           Berdendang Nusantara (04 Juni 2018) Tugu Benteng Kuta Reh
merupakan saksi bisu dari sebuah perang yang dikobarkan oleh Pasukan Belanda
Pimpinan Kapten Van Daalen di Lembah Alas pada tanggal 14 Juni 1904, Menurut
catatan J.C.J Kempees korban yang
mati Syahid dari rakyat Gayo-Alas berjumlah 313 pria meninggal, 189
wanita meninggal,
59 anak-anak meninggal, 20 wanita luka berat, 31 anak-anak luka berat,
63 anak
anak dan wanita cedera, 75 karaben disita dan bahan bahan makanan.
Sumber lain
juga mengatakan korban jiwa yang mati syahid sendiri terdiri dari 1.773
laki-laki dan 1.149 perempuan (Menurut Asnawi Ali) Tetapi Menurut
Zentgraaff korban
lebih banyak lagi yakni berjumlah  4.000 orang. Banyaknya korban jiwa
dari pihak bangsa Gayo-Alas bisa jadi dilandasi oleh keyakinan yang kuat
dari bangsa Gayo-Alas bahwa lebih baik berlumurkan darah daripada
dijajah oleh bangsa kafer Belanda ditambah lagi kaum wanita dan
anak-anak tidak ada yang berada diluar benteng mereka saling
bahu-membahu membantu kaum lelaki mengusir Belanda yang hendak menjajah
Lembah Alas. Kerugian yang di dapat pada pihak
Belanda sendiri menurut J.C.J Kempes 2 marsause tewas, 3 opsir luka luka
masing
masing, Kapten Scephens, Letnan van bram moris, Letnan cristoffel, 1
brigade
lebih marseuse luka luka, 4400 peluru ditembakan
 Diantara yang tewas
terdapat Kepala Kampung Kuta Reh dan Kejeruntua Batu Mbulan dan Pengulu Cik
Batu Mbulan.


 








Bukti Kekejaman Pasukan Belanda

Pimpinan Kapten Van Daalen di Benteng

Kuta Reh tahun 1904

C: Tropen Museum






        Pembantaian Tentara Belanda atau bisa juga
disebut sebagai genosida pertama Bangsa Belanda terhadap rakyat Indonesia yang
terjadi ditahun 1904 dimana gubernur Aceh waktu itu hendak menguasai Aceh
secara keseluruhan, maka diutuslah seorang pewira Belanda kapten Van Daalen
yang sangat membenci bangsa pribumi untuk menguasai sisa-sisa wilayah
kesultanan Aceh Darussalam yang masih berdaulat penuh atas negerinya, Gayo dan
Tanah Alas, konon hasil dari ulah Van Daalen disetiap benteng yang ia temui
bisa dipastikan tidak akan menyisakan satu orang pun yang selamat, bahkan
dibenteng kuta reh (Tanah Alas), konon hanya menyisakan satu orang anak
laki-laki yang berhasil selamat dan dibawa ke kuta raja (Banda Aceh) untuk
dipertontonkan kepada Orang-orang Belanda yang ada di Kuta Raja sebagai tanda
kemenangan mereka terhadap Bangsa Gayo-Alas dan penaklukkan sisa wilayah
Kesultanan Aceh Darussalam.






 
        Besarnya korban jiwa yang berjatuhan membuat siapa saja akan
terperanga dan tertenggun, bagaimana bisa bangsa Belanda pimpinan Kapten
Van Daalen dengan gampangnya membantai manusia sebegitu banyak tanpa
belas kasihan, semua isi dari benteng tersebut di luluh lantakan oleh
mereka, hal inilah yang membuat saya penasaran mencoba untuk melihat
lebih dekat bagaimana bentuk fisik dan letak Tugu Benteng Kuta Reh saksi
bisu kebengisan Pasukan Mersose Belanda. 





             
Letak Tugu peringatan Benteng Kuta Reh sendiri berada tidak begitu jauh
dari Kota Kutacane hanya memerlukan waktu selama 5 menit dari ibu kota
Kabupaten Aceh Tenggara tersebut, lebih tepatnya Tugu ini berada di Kute
Gumpang, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara, hal pertama sekali
yang saya rasakan pada saat memasuki pintu masuk Tugu adalah hawa mistis
yang begitu kuat, hening, dingin dan ditambah lagi keengganan seorang
sahabat yang menemani kunjungan saya ke tunggu untuk masuk lebih kedalam
lagi, jadinya ia hanya menunggu dari luar. sebelum saya memasuki  lebih
kedalam Benteng sahabat saya sedikit membuat kecemasan saya semakin
menjadi-jadi tatkala ia berujar dan mewanti-wanti untuk tidak
berlama-lama didalam benteng takut-takut saya terkena syiah/Slug
(Istilah untuk orang yang diikuti oleh Setan) namun yang ada dalam
pikiran saya kala itu mana mungkin saya terkena yang begitu, saya tidak
berniat jelek terhadap benteng maupun mereka yang bersemayam di benteng
ini.







Tampak dipuncak Tugu peringatan Benteng Kuta Reh

Seorang pejuang Alas menggunakan baju mesirat dan ditangan

kanan memegang pedang mekhemu dan dikiri memegang

sebuah bambu C: Riduwan Philly


               
Bentuk fisik dari Tugu ini tidak begitu luas yang terdiri dari dua
bangunan satu bangunan berbentuk seperti sebuah benteng dengan dua
tingkat dan ditingkat paling atas terdapat sebuah benda yang membentuk
seperti bambu, di bangunan satunya lagi berbentuk persegi panjang yang
dipuncak paling atas bangunan ini berdiri seorang pejuang Alas lengkap
dengan baju mesiratnya dan menggenggap sebuah pisau mekhemu ditangan
kanan dan bambu ditangan kiri, dari hasil pengamatan saya di perkirakan
luas keseluruhan dari tugu benteng ini hanya seukuran 10 x 5 M dan
tingginya mencapai lebih dari 5 M, disisi sebelah kanan benteng terdapat
beberapa makam yang belum bisa saya pastikan apakah itu makam korban
tragedi benteng kuta reh atau makam masyarakat setempat yang dibangun
sesudah tragedi ini terjadi. namun sangat di sayangkan tugu benteng ini
tidak dirawat dengan baik terbukti dengan gampangnya masyarakat setempat
menanam jagung disekitaran benteng dan kurangnya papan informasi yang
bisa kita peroleh pada saat berada didalam benteng ini, sangat
disayangkan aset sejarah yang begitu penting artinya bagi generasi masa
depan pemuda Agara tidak dirawat sebagai mestinya, begitu besar
pengorbanan para pahlawan kita sampai kita menikmati masa kemerdekaan
dewasa ini yang membuat kita lupa akan jasa mereka!!  







Benteng Kuta Reh Credit Riduwan Philly 2017