Mandi Meugang di tepi Sungai Alas

Credit: Dodi Leuser







DENDANG NUSANTARA- Setiap
tahunnya satu hari menjelang bulan puasa tiba, ada penampakkan menarik
yang harus anda lihat di sepanjang aliran sungai Alas maupun
sungai-sungai kecil lainnya yang berada di Kabupaten Aceh Tenggara.
orang tua, anak-anak, remaja, muda-mudi tumpah ruah memadati sepanjang
aliran sungai Alas kebanggaan orang Kutacane. Mereka datang dengan
tujuan yang sama yakni melaksanakan tradisi mandi Meugang, tradisi
menyucikan diri dari segala kotoran baik secara jasmani maupun rohani,
konon tradisi ini sudah dilaksanakan sejak jaman-jaman sultan Aceh sudah
berkuasa di Tanoh Alas, bahkan ada juga pendapat yang mengatakan bahwa
tradisi ini merupakan kelanjutan dari budaya Hindu yang masih bertahan
dan tetap dilestarikan di Tanah Alas.











NB : Klik sekali iklan Adsensenya ya teman-teman, dengan mengklik iklan tersebut tandanya anda mendukung blog ini update setiap harinya. Yang pasti Gratis 







      
India yang merupakan tempat kelahiran agama Hindu mengenal setidaknya 3
(tiga) tradisi menyucikan diri dengan cara berendam di sungai gangga,
yakni:


  1. Makara Sankrati : Berlangsung pada pertengahan bulan januari, umat
    Hindu melakukan penyucian disungai gangga dengan tujuan untuk memuja
    dewa surya (Dewa Matahari);

  2. Raksabandha : Berlangsung pada saat bulan purnama berlangsung pada
    bulan juli-agustus, pagi-pagi hari umat hindu sudah ramai memadati
    sungai gangga dengan tujuan untuk menguatkan tali silahturahmi diantara
    mereka;

  3. Vasanta Panchami : Berlangsung pada bulan januari-februari, mereka melakukan penyucian diri untuk menyambut musim semi tiba.



   
Tradisi mandi Meugang di Tanah Alas atau di dataran Tinggi Gayo
mengenalnya dengan istilah Niri Meugang selain menggunakan media air
sebagai tanda penyuciannya juga menggunakan air perasan dari jeruk nipis
untuk berkeramas namun dewasa ini air jeruk nipis sudah jarang
digunakan dan diganti dengan shampoo yang lebih modren dan
praktis penyajiannya, mandi meugang tak hanya sekedar membasahi tubuh
semata, namun lebih dari itu tradisi ini berubah menjadi ajang
silahturahmi dan mempererat hubungan kekeluargaan diantara masyarakat
agara yang tak hanya membawa alat-alat perlengkapan mandi namun juga tak
lupa membawa makanan-makanan baik ringan maupun berat seperti nasi, mie
dan lain-lain.





      Mandi menjelang puasa juga dikenal di Tapanuli selatan (Mandailing) dengan sebutan marpangir
yang menggunakan air rebusan khusus yang dicampur dengan rempah-rempah,
di Minangkabau, Bengkulu, Riau, Bangka Belitung  dan daerah-daerah
Masyarakat Melayu lainnya mengenal tradisi Balimau yakni mandi dengan
air perasan limau (jeruk limau) satu hari sebelum puasa.





    
Namun, seiring waktu berjalan, tradisi mandi meugang yang seharusnya
bermotifkan penyucian jiwa dan raga sudah disalah artikan dan sangat
jauh menyimpang dari tujuan awalnya semula, contohnya adalah kaum
muda-mudi agara, dimana muda-mudi seakan mendapatkan lampu hijau dan halal tanpa
malu dan merasa bersalah berduaan dengan lawan jenis dan menampakkan
auratnya di depan umum pada saat melakukan mandi meugang.







Refrensi :


  1. https://dodileuser.wordpress.com/2013/07/03/tradisi-menyambut-bulan-ramadhan-mandi-meugang/

  2. https://suarakampar.com/berita-balimau-kasai-bukan-ajaran-islam-melainkan-tradisi-hindu.html

  3. https://tirto.id/tradisi-mandi-pangir-hingga-meugang-biWu